bernama He Si. Karena kecantikannya ia dirampas oleh prajurit Kaisar
Kang. Sementara Han Ping dibuang ke perbatasan untuk kerja paksa
membangun tembok kota.
Ketika He Si mendengar hal ini, ia menjadi sedih dan menulis syair
kepada suaminya. Sayang sekali suratnya jatuh ke tangan kaisar, yang
menyuruh orang terpelajar menterjemahkan maksud syairnya.
'Hujan tak putusnya' melukiskan duka nestapa dan tangis tak
berkesudahan.
'sungai begitu lebar dan dalam' berarti perpisahan dan sulit bertemu
lagi.
'matahari terbit dan jantung terbenam' menggambarkan kematian.
Singkat cerita, Han Ping bunuh diri. Dan saking berduka, He Si
menuangkan cuka ke pakaiannya.
Dan waktu Kaisar mengajaknya ke menara istana, He Si terjun bebas
dari menara tinggi, dan mati. Di pinggangnya terselip surat,
yang menyatakan ia lebih suka mati bersama suaminya, dan permohonan
untuk dikuburkan berdampingan dengan suaminya.
Kaisar marah. Sengaja membuat kuburan mereka berhadapan dengan jarak
yang berjauhan, setelah mati pun tidak boleh bersama.
Tapi dari kedua kubur itu kemudian tumbuh tunas pohon catalpa. yang
semakin hari semakin membesar. Dalam satu tahun saja kedua pohon itu
sudah tumbuh sangat besar, dengan cabang cabang panjang seperti
tangan-tangan yang saling meraih, saling bertautan menaungi kedua
kuburan.
Diatas pohon itu bersarang sepasan bebek mandarin yang setiap hari
menyanyikan lagu lagu sedih. Orang percaya sepasang bebek itu adalah
titisan Han Ping dan isterinya.
Sampai sekarang, ada sebuah kota bernama Han Ping di Sui Yang, dan
lagu rakyat tentang kisah tragedi Han Ping dan He Si masih populer
disana.
-=oOo=-
menyanyikan lagu lagu sedih. Orang percaya sepasang bebek itu adalah
titisan Han Ping dan isterinya.
Sampai sekarang, ada sebuah kota bernama Han Ping di Sui Yang, dan
lagu rakyat tentang kisah tragedi Han Ping dan He Si masih populer
disana.
-=oOo=-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar